Kontroversi Wisata Halal, Cuitan Abu Janda Hingga Penjelasan Pemprov Sumut

Cuitan Abu Janda menyoal wacana wisata halal yang didengungkan Pemprov Sumut. (Istimewa)

MEDAN – Polemik soal wisata halal yang didengungkan Pemprov Sumut di Danau Toba agaknya memicu kontroversi.

Sejumlah pihak menyoal, bahkan, mencibir, mengkritik dan menjustifikasi rencana wisata halal di Danau Toba langkah Pemprov Sumut mengkotak-kotak kan kemajemukan yang selama ini terjalin.

Seperti halnya Permadi Arya atau yang dikenal Abu Janda. Pria dengan segudang perilaku kontroversial ini mengeluarkan ciutan di akun twitter menyoal wisata halal Danau Toba.

Lagi-lagi agaknya Abu Janda membuat heboh.

Menyebar di media sosial, cuitan Abu Janda kini viral soal kritiknya terhadap Pemprov Sumut terkait wacana wisata halal itu.

“Kalian @HumasPemprovsu, tidak usah mengada2. Saya muslim, liburan 5 hari di Parapat, Toba, Samosir tak susah cari makanan halal tiap pengkolan ada, sholat pun tak susah, mau sholat tinggal numpang sholat, pemilik resto dengan senang hati persilahkan. Toba tidak butuh wisata halal,” bunyi cuitan Abu Janda dalam akun twitter @Permadiaktivis.

Sebenarnya masalah ini sudah menjadi pembahasan dari kemarin.

Pemprov Sumut sendiri telah menjelaskan soal rencana wisata halal yang digulirkan wisata Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi.

Kepala Bidang Bina Pemasaran Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumut, Muchlis, mengatakan wisata halal bisa berjalan berdampingan dengan kearifan lokal yang ada.

Hingga saat ini pun tidak ada larangan mengenai penjualan kuliner babi atau hal lainnya di sana.

Konsep wisata halal yang dimaksud Pemprov Sumut adalah menyediakan fasilitas pendukung bagi wisatawan, termasuk muslim yang datang ke kawasan Danau Toba.

Muchlis menjelaskan konsep wisata halal sudah bergulir sejak lama dan bukanlah bentuk pengkotak-kotakan masyarakat.

“Wisata halal dan kearifan lokal bisa berjalan berdampingan tanpa saling menghilangkan atau bersaing. Tidak kita larang itu (babi). Wisata halal beda dengan konsep wisata syariah. Wisata halal hanya sekadar memberi kebutuhan bagi wisatawan, wisata halal bukan berarti meniadakan, makanya kearifan lokal tidak terganggu,” kata Muchlis kemarin.

Data yang dimiliki Pemprov Sumut, angka pengunjung dari negara sekitar Indonesia adalah yang terbanyak, seperti Malaysia, yakni berkisar 55 persen.

“Konsep tersebut juga dimaksudkan untuk mengambil pasar yang sedang bertumbuh saat ini, yakni wisata halal. Pada tahun 2018 saja jumlah wisatawan muslim mancanegara berjumlah 140 juta,” jelasnya.

Berdasarkan data Global Muslim Travel Index 2019 pada tahun 2026 diperkirakan angka tersebut akan bertambah lebih besar menjadi 230 juta.

Diperkirakan juga, pemasukan dari wisatawan muslim mencapai US$ 300 juta pada ekonomi global.

Pada tahun 2019, Indonesia berada di posisi pertama sebagai negara muslim tujuan wisata halal dunia dengan skor 78. Sementara untuk negara non-muslim, Singapura berada di peringkat pertama, disusul Thailand, Inggris, dan Jepang.

“Selama ini, sudah ada fasilitas untuk wisatawan muslim di Danau Toba. Namun fasilitas (amenitas) muslim yang ada, diperkirakan tidak mencukupi jika mengacu pada pemerintah pusat yang menargetkan 1 juta pengunjung,” ungkapnya.

Karena itu, katanya, untuk menghindari kesalahpahaman tentang konsep wisata halal ini, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumut akan mengadakan pertemuan lebih lanjut dengan para kepala dinas pariwisata kabupaten kawasan Danau Toba.

“Selain itu, Pemprov Sumut juga akan mengadakan pertemuan dengan masyarakat terkait itu,” tegasnya. (Diva Suwanda)